Monday, June 30, 2014

ANALISIS FRASA BERGENRE ROMANTIS “KIDUNG KATRESNAN ING KALI BANJAR” DALAM MAJALAH

ANALISIS FRASA BERGENRE ROMANTIS “KIDUNG KATRESNAN ING KALI BANJAR” DALAM MAJALAH

kritisi buku Kepuastakaan Jawa


KITAB-KITAB JAWA KUNO GOLONGAN TUA
Tulisan-tulisan pada batu,tembaga atau emas memuat hal-hal yabg ringkas saja akan tetapi tulisan-tulisan yang berisi tentang pelajaran, peraturan dan cerita-cerita dibuat pada daun tal (siwalan). Karena tahan lama hingga beratus-ratus tahun, disamping itu harganya murah, yang termasuk tulisanp-tulisan itu diantaranya :
1.         Kitab Canda Karana
Kitab ini merupakan kitab yang tertua yang isinya tembang(nyanyian) dan serupa isi kamus yang tersusun secara Hindu. Di dalam kitab ini juga terdapat nama seorang raja keturunan Sailendra yakni yang mendirikan candi kalasan,oleh karena itu itu kitab ini disebut kitab tertua.
2.         Kitab Ramayana
Kitab ini berbahasa jawa kuno,dan berbentuk tembang. Menurut penyelidikan melalui pembandingan bahasa dan tulisan-tulisan pada batu tembaga, kitab Ramayana dibuat dalam masa pemerintahan Raja Dyah Balitung( Raja Agung yang menguasai wilayah Jawa Tengah dan Timur pada tahun 820-830 Saka.
3.         Sang Hyang  Kamahajanikan
Didalam kitab ini tidak terdapat tembang dan ditulis dalam bahasa prosa,didalam bukunya terdapat nama Raja Jawa, Empu Sindok. Isinya mengandung pelajaran tentang agama Budha Mahayana. Selain itu juga mengandung ajaran tentang bersemedi. Kebanyakan mengutarakan susunan percintaan dewa-dewa dalam agama Mahayana dan kerap kali amat cocok dengan dengan penempatan Raja-Raja Budha dalam candi Borobudur.
4.         Brahmandapurana
Kitab ini ditulis dalam bahasa prosa, tidak bercerikan angka tahun dan tidak menyebutkan nama Raja. Kitab Brahmandapurana seumur dengan Kitab Sang Yang Kamahayanikan namun bedanya Kitab Brahmandapurana adalah kitab orang-orang beragama Siwa sedangkan Kitab Brahmandapura adalah kitab orang-orang beragama Buddha-Mahayana. Isinya tentang pengantar kata,cerita Sang Romaharsana,ilmu tentang terjadinya dunia,dan masih banyak lagi. Akan tetapi sayangnya bahasa kitab ini sudah rusak.


5.         Agastyaparwa
Kitab ini ditulis dalam bahasa prosa, susunannya menyerupai susunan kitab Brahmandapurana,juga banyak memuat kalimat Sansekerta yang diterangkan dalam bahasa Jawa-Kuno. Isinya yaitu Sang Dredhasyu bertanya kepada Ayahnya, begawan Agastya tentang berbagai hal, kebanyakan hampir sama dengan yang dipaparkan dalam kitab Brahmandapurana.
6.         Utarakanda
Kitab ini memang merupakan kitab gubahan baru yang ditulis dalam bahasa prosa, dan banyak pula kalimat Sansekerta yang juga diterjemahkan dalam bahasa Jawa-Kuno. Dalam bagian awal disebutkan nama Raja Dharmawangsah Teguh, isinya dipetik dari cerita Ramayana Walmiki bagian penghabisan.
7.         Adiparwa
Kitab ini merupakan bagian pertama pada cerita Mahabharata,ditulis dengan menggunakan bahasa prosa. Yang diceritakan tentang kehidupan wayang yang muda-muda. Susunan kitab ini sama dengan kitab Utarakanda yang didalamnya disebutkan  nama Raja Dharmawangsa-Teguh. Di sini juga terdapat lakon Dewi Lara Amis, Bale sigala-gala, matinya Arimba, Burung Dewata dan ambilan dari kitab adiparwa itu.
8.         Sabhaparwa
Kitab ini merupakan bagian ke dua dalam cerita Mahabharata,di dalam ceritanya yang menjadi lakon adalah Pandhawa yang sedang bermain dadu.
9.          Wirataparwa
Kitab ini berbahasa prosa dan merupakan bagian yang keempat dalam cerita Mahabharata. Isinya para Pandhawa mengabdi kepada Raja Wirata, karena mereka harus menyembunyikan diri, sebab kalau ketahuan mereka akan mendapat hukum buang lagi selama 12 tahun.
10.       Ud-jogaparwa
Kitab ini berbahasa dan merupakan bagian yang kelima dalam cerita Mahabharata, jadi sudah dekat kepada perang Bratayuda dan banyak kat0-kata yang sudah rusak. Isinya banyak akan tetapi hanya lakon Kresna gugah yang dapat diambil.
11.       Bhismaparwa
Kitab ini berbahasa prosa dan merupakan bagian keenam dalam cerita Mahabharata jadi sudah mulai peranng Bratayuda. Disini terdapat beberapa petikan dari kitab BHAGAWADGITA.
12.       Asramawasanaparwa
Kitab ini bahasanya prosa juga, dalam cerita Mahabarata merupakan bagian yang kelimabelas. isi ceritanya Dhrestarasta diangkat menjadi Raja di Ngastina untuk lima belas tahun. Para pandawa menaati peraturan Dhrestarasta kecuali Sang Bima, ia selalu mencacimaki dan akhirnya Sang Dhrestarasta pergi bertapa karena risi dengan hal itu,selama dalam pertapaan pandhawa pernah mengunjunginya dan tak lama kemudian akhirnya ia meninggal di hutan.
13.       Mosalaparwa
Kitab ini ditulis menggunakan bahasanya prosa dan merupakan bagian yang keenambelas dalam cerita Mahabarata. Ceritanya mengisahkan musnanya Wresni dan Jadu, sebuah kaum dalam negara Madura-Dwarawati, lagi pula mengisahkan wafatnya Prabu Baladewa dan Prabu Kresna.
14.       Prasthanikaparwa
Kitab ini Berbahasa prosa dan merupakan bagian yang ketujuhbelas dalam cerita Mahabharata. Menceritakan meninggalnya  para pandhawa, dan perjuangan Judistira untuk memasukkan adiknya kedalam surga.
15.       Swargarohanaparwa
Kitab ini berbahasa prosa dan merupakan bagian kedelapanbelas dalam Kitab Mahabharata(bagian pennghabisan). Menceritakan tentang kemarahan sang Duryudana karena adik-adiknya dimasukan kedalam neraka. Sang Duryudana tidak terima dengan kenyataan itu kemudian ia  mengadu kepada sang Dewa dan akhirnya Sang Dewa merubah neraka menjadi surga.
16.       Kuncarakarna
Kitab ini berbahasa prosa, umurnnya masih seumur dengan kitab-kitab parwa. Didalam tulisannya terdapat kata-kata modern seperti akhiran e yang disebabkan penyallinan turun temurun. Kitab ini milik orang-orang yang beragama Budha-Mahayana seperti halnya kitab Sang Hyang Kamahayanikan. Kitab ini menceritakan tentang perjalan seorang Raksasa yang ingin menjadi manusia. Raksasa itu bernama Sang Kuncarakarna.
·                     Kritisi: Di dalam Bab I,kebanyakan penulisan ejaan masih menggunakan ejaan lama,dan itu susah dimengerti,kata-katannya pula banyak yang tidak dimengerti.



BAB II
KITAB-KITAB JAWA KUNO YANG BERTEMBANG

Kitab-kitab pada bab I merupakan kitab-kitab yang berbahasa prosa dan tidak bertembang,akan tetapi  berikut ini disebut kitab yang mengandung kakawin yang artinya bertembang, di antaranya:
17.              Arjunawiwaha, kakawin
Kitab ini mengisahkan Arjuna ketika beliau sedang bertapa dan dimintai tolong oleh para dewa untuk membunuh raja raksasa, bernama Niwatakawaca. Kitab Arjunawiwaha merupakan gubahan empu Kanwa pada pemerintahan prabu Airlangga sekitar tahun 941-964 Caka(1019-1042 Masehi) dan pada tahun 1850 kitab arjunawiwaha dicetakkan dengan huruf Jawa oleh DR. FRIEDERICH, pada tahun 1926 dicetakkan dengan huruf latin, sebagian besar diterjemahkan dalam bahasa belanda.

18.              Kresnayana, kakawin
Kitab ini meneritakan kehidupan Kresna pada saat melarikan dewi Rukmini. Dewi Rukmini adalah puteri dari prabu Bismaka beliau telah bertunangan dengan sang Suniti raja di negeri Cedi, yang lebih memilih Kresna. Hingga peristiwa perang antara Rukma dengan Kresna dan dimenangkan oleh Kresna.

19.              Sumanasantaka, kakawin
Kitab ini menceritakan lahirnya prabu Dasarata di Ngayodya yang merupakan anak dari dewi Indumati dan sang Aja. Dewi Indumati merupakan bidadari yang bernama dewi Harini yang dikutuk oleh sang Trenawindu karena telah menggodanya yang sedang bertapa. Sang Aja mendapatkan dewi Indumati dengan cara mengikuti sayembara yang diadakan oleh kakaknya dewi Indumati yang merupakan prabu Boja.

20.              Smaradahana, kakawin
Menceritakan Bathara Kamajaya ketika tertunu. Di  dalam kitab ini disebutkan pula nama prabu Kameswara,seorang raja di Kediri yang merupakan titisan batara Kamajaya yang ketiga.
Pengarang kitab ini ialah empu DHARMAJA. pada tahun 1931 kitab tersebut dicetakkan dengan huruf latin dan sebagian besar diterjemahkan dalam bahasa Belanda.

21.              Bhomakawya, kakawin
Mengisahkan peperangan antara prabu Kresna dan sang Bhoma. Kitab ini tidak diketahui secara jelas pengarangnya,akan tetapi kata-kata pertama dalam kitab menyebutkan nama Kamajaya,oleh karena itu kitab ini diduga sejaman dengan kitab Smaradahana.
Kitab Bhomakawya sudah dicetakkan dengan huruf Jawa pada tahun 1852 oleh DR FRIEDERICH. Terjemahanya dalam bahasa belanda dikerjakan oleh DR TEEUW.

22.              Baratuyuddha, kakawin
Kitab ini mengisahkan tentang peperangan para Pandawa melawan para Korawa. Kitab inin digubah pada jaman pemeraintahan prabu Jayabaya di Kediri dan berciri tahun  sanga-kuda-suddha-candrama = 1079 caka (1157 Masehi). Yang menggubah kitab ini ialah empu Sedah dan empu Panuluh. Kitab ini dicetakkan pada tahun 1903 dengan huruf Jawa oleh DR GUNNING. Terjemahannya dalam bahasa Belanda terbit dalam tijschrift Jawatahun ke-14, No1 (1934).

23.              Hariwangsa, kakawin
Kitab ini gubahan empu Panuluh pada jaman pemerintahan prabu Jayabaya. Ceritanya hampir sama dengan kitab Kresnayana tetapi ada perbedaan sedikit. Dalam kitab ini beliau mengatakan tambeyan pangiketkw apet laleh (kemudian gubahansaya itu akan mencari lelah )itu artinya sang Panuluh masih muda karena mengaku murid sang prabu.
Kitab Hariwangsa dicetak dengan huruf latin disertai dengan terjemahan dalam bahasa Belanda dengan tafsiran kata oleh DR TEEUW.

24.              Gatotkatjasraja,kakawin
Kitab ini merupakan gubahan dari empu Panuluh. Tetapi raja yang tertulis di dalamnya adalah prabu Djajakerta. Menurut tulisan batu,memang pada zaman Kadiri ada seorang raja bernama Kretadjaja yang bertahta sekitar tahun 1110 mungkin raja itu sebagai pengganti prabu Djajabaja,tetapi sebenarnya belum pasti kebenarannya.
Kitab ini menceritakan seorang ksatria yang diantarkan panakawan. Tatkala Abimanyu pergi dari Dwarawati,ia diantar Djurudyah,Prasanta dan Punta. Punta di sini bukanlah nama melainkan sebutan Tuan dalam bahasa Indonesiannya. Dr Van Stein Callenfels berpendapat bahwa Gatotkaca itu lakon wayang yang dibentuk menjadi syair.

25.              Wrettasantjaja,kakawin
Kitab ini berisi pelajaran tembang,menguraikan syarat-syaratnya dan namannya serta contohnya 94 macam. Pelajaran tadi dibubuhi cerita pendahuluan yaitu seorang putri ditinggal suaminya. Sang putri ini pergi ke taman dan bertemu dengan sepasang burung belibis. Ia minta tolong supaya dicarikan suaminya. Terbangnya belibis itu dapet menjadikan lantaran untuk menceritakan keindahan-keindahan dalam hutan.
Kitab ini digubah oleh empu Tan-Akung,cerita puteri yang ditinggalkan suaminya lalu menyuruh burung belibis mencarikannya itu,ada termuat pula dalam kitab Adjipamasa,jilid III pupuh 4 sampai jilid IV pupuh I.

26.              Lubhdhaka,kakawin
Kitab ini menceritakan seorang pemburu yang setelah meninggal dapat masuk surga. Pemburu itu dalam agama Indu,apa lagi dalam agama Buddha,termasuk orang yang hina,yang sugguh-sungguh jahat karena pekerjaannya sehari-hari tak lain hanyalah membunuh kawan,makhluk sesama hidup seperti juga manusia. Akan tetapi ia masuk Surga.

·                     Kritisi: dalam Bab II juga ejaan masih sama,menggunakan ejaan lama,dan bahasannay juga susah dimengerti,jalan ceritannya tidak menentu sehingga membingungkan pembaca. Kebanyakan juga terdapat perbedaan dalam isi cerita dengan buku lain yang pernah saya baca.







BAB  III
KITAB-KITAB JAWA KUNO YANG TERGOLONG BARU

Perbedaan kitab-kitab jawa kuno lama dan kitab-kitab jawa kuno baru adalah Kitab Jawa kuno yang lebih tua memiliki induk karangan, sedangkan pada kitab jawa kuno yang tergolong baru tidak memiliki induk karangan.Dan juga dalam kitab jawa kuno lama tidak menceritakan cerita tanah jawa.Namun pada kitab jawa kuno baru, menceritakan cerita tentang tanah jawa. Berikut adalah Kitab jawa kuno baru yang meninduk pada kitab jawa kuno lama ialah :

24.       Brahmandapurana,Kakawin
Kitab ini merupakan kitab yang berbahasa prosa,ditulis dengan cara berirama dan disingkat.Ceritanya memang tidak baru,namun bahasanya menunjukan kitab baru. Kitab ini menceritakan tentang puteri raja yang sudah berusia lanjut bernama Sri Praketewirya .Kitab Brahmandapura dicetak dengan huruf latin oleh Prof.J.Gonda satu jilid dengan kitab Brahmandapura.
25.           Kundjarakarna,Kakawin
 Kitab ini berbahasa sangat indah akan tetapi tidak tergolong bahasa baru. Namun kitab ini belum dicetak ulang.
26.        Nagarakretagama,Kakawin
Kitab ini menceritakan tentang Kerajaan Majapahit Hayam Wuruk sebagai rajanya yang bertahta dari pada tahun saka 1272-1311 atau pada tahun 1350-1389 M. Kitab ini ditulis dengan bahasa yang indah oleh sang prapanca pada tahun saka 1287. Kitab ini sekarang sudah dicetak. Pertama menggunakan huruf Bali, Kemudian untuk kedua kalinya dengan huruf latin, lalu diterjemahkan kedalam bahasa Belanda oleh Prof.Kern menggunakan bantuan dari catatan Dr.Krom.
27.        Ardjunawidjaja,Kakawin
Kitab ini mengambil pokok cerita dari kitab Uttarakanda,ditulis oleh mpu Tantular pada saat raja Hayam Wuruk sudah lanjut usia. Artinya kitab Negarakertagama usianya lebih tua daripada kitab ini. Inti ceritanya adalah Prabu Dasamuka yang beperang melawan kakaknya sendiri yakni Prabu Waisrawana atau Prabu Dhanaraja, kemudian peperangan Prabu Dasamuka dengan Sri Arjuna Sasrabahu, hingga penawanan Dasamuka.
28.              Sutasoma atau Purusada-Santa, Kakawin
Kitab ini ditulis pada massa pemerintahan Raja Hayam Wuruk namun kitab ini tidak lebih tua dari negarakertagama. Kitab Mahabarata dan Ramayana merupakan induk dari kitab ini.  
29.       Parthajadnja, Kakawin
Dari perkataan-perkataannya dapat disimpilkan bahwa kitab ini seusia dengan kitab Ardjunawidjaja dan Sutasoma.Kitab ini kemungkinan diruliskan pada jaman Majapahit akhir sampai akhir.Kitab ini mengisahkan kehidupan Pandhawa yang kalah dalam permainan dadu melawan Kurawa.Dan Pandhawa akhirnya dihukum oleh Kurawa dengan dibuang ke tengah rimba selama 12 tahun.
30.       Nitisastra, Kakawin
Maksud yang terkandung dalam kitab ini putus-putus.Biasanya satu hal dibicarakan dalam satu bait.Kitab Nitisastra sudah beberapa kali dicetak.Pertama kalinya adalah dicetak oleh P.P.Roorda dengan huruf jawa bertinta merah, tafsirannya dalam bahasa jawa baru ditulis dengan tinta hitam.Pada tahun 1871 kitab ini atas perintah pemerintah kembali dicetak.kitab ini memuat sisipan baru dan terdapat tafsiran juga.Untuk sekarang ini, kitab Nitisastra berisi 15 pupus dengan jumlah baitnya 120 dan itu sudah dicetak dengan huruf latin beserta terjemahannya dalam bahasa Belanda dan sedikit penjelasan.
31.       Nirarthaprakreta, Kakawin
Kitab ini memuat ilmu mystic. Dalam kitab ini tidak hanya memaparkan bahwa manusia memiliki sikap bijaksana namun juga memiliki sifat jahat. Mengenai hal mistik yang dimuat dalam cerita ini, mudah dipahami dan jelas dipaparkan. Kitab ini ditulis pada tahun saka 1381dan tahun 1459 Masehi.
32.       Dharmasunya, Kakawin
Kitab ini bahasannya sangat jelek karena penulisnya tidak mahir menggunakan bahasa jawa kuno,kitab ini tidak memuat pelajaran-pelajaran filsafat dan mistik. Di sini tidak terdapat nama pengarang dan ditulis pada tahun saka 13043 ataupun 1340 ataupun 1382 atau 1418 masehi.
33.       Harisraja, Kakawin
Kitab ini bukan kitab yang membahas tentang pelajaran, seperti yang banyak dibicarakan pada kitab sebelumnya mengenai tokoh. Kitab ini diambil dari kitab uttarakanda yang menceritakan tentang 3 raksasa yakini Sang Mali, Sumali, dan Sang Malyawan.

·                     Kritisi: di dalam bab inipun masih sama,ejaan menggunakan ejaan kuno yang susah dalam membacannya. Terdapat pula bahasa jawa kuno yang tidak diketahui artinya.

BAB IV
TUMBUHNYA BAHASA DJAWA TENGAHAN
Dalam bab ini, yang dicritakan adalah mengenai penggunaan bahasa jawa tengahan pada kitab-kitab berprosa yang di prediksi bahwa bahasa tersebut tumbuh pada masa kerajaan majapahit.
Dalam bab ini, di bandingkan persamaan antara cerita pada kitab jawa dan kitab-kitab di luar jawa. Yaitu:
34.              Kitab Tantu Panggelaran
Di dalam kitab ini menceritakan tentang Bathara Guru yang dianggap sebagai ayah para dewa. Bathara Brahma, Wisnu, Icwara, Mahadewa, Ciwa sudah dianggap sebagai putera Bathara Guru. Selain itu, cerita mengenai penghentian perjalanan matahari oleh empu Beganjing dan cerita  di Tibet yang sama dengan kitab di Jawa yaitu penghentian matahari oleh Wiku Padmasambhawa.
35.              Kitab Tjalon-arang
Kitab ini menceritakan seorang pendeta Baradah yang pergi menyebrangi selat Banyu-wangi menuju ke Bali untuk menemui empu Kutuan dengan menggunakan daun. Cerita tersebut juga sama alurnya dengan cerita pada kitab Pararaton yang menceritakan Sang Hyang lohgawe yang pergi dari tanah jawa ke tanah Indu dengan daun kakatang tiga pucuk.
36.              Kitab Tantri Kamandaka
Kitab ini menceritakan dimana tersisip perkataan-perkataan Sanskrit yang beberapa diantaranya dapat di betulkan. Karena hal tersebut, kitab tersebut dianggap sebagai kitab Djawa-kuno berbahasa prosa yang tergolong tua, tapi secara bentuk sebagai kitab Djawa tengahan.
37.              Kitab Korawacrama
Kitab ini menyebutkan bahwa kitab tersebut merupakan kitab yang lebih muda dari kitab Tantu Panggelaran, yaitu dari bukti mengenai posisi sang hyang Taja yang berada di atas sang hyang Paramecwara (Bathara Guru)
38.              Kitab Pararaton
Kitab ini menceritakan dimana dalam kitab ini diceritakan mengenai kehidupan Ken Arok dari lahirnya sampai kepada ajalnya. Ken Arok yang menjadi pangkal raja-raja Majapahit. Keterangan-keterangan dalam kitab Pararaton banyak yang dapat dipertanya, tetapi bila di bandingkan dengan kitab Nagarakretagama, tulisan pada batu atau tmbaga pada jaman Majapahit banyaklah pula yang manyangsikan.

·                     Kritisi” dalam bab ini terlalu banyak menggunakan bahasa prosa,akan tetapi kita tidak begitu mengerti dengan bahasa yang dimaksud tersebut,jadi dalam memahamipun sangat susah.



BAB V
SYAIR BAHASA JAWA TENGAHAN

39.              Dewa-rutji, Kakawin
Dalam cerita ini menceritakan Sang bima dan dewa rutji, pada waktu itu sang Bima pergi ke laut dan terjun kedalam laut itu, naga bernama Nabu-nawa keluar dan bertarung dengan sang bima, akhirnya naga mati, disitu sang Bima bertemu dengan Dewa-rutji, dan menyuruh Wrekudara masuk kedalam tubuh Dewa-rutji.
40.              Kitab Sudamala
Dalam kitab ini di ceritakan bahwa Dewi Uma berkhianat terhadap suaminya. Akhirnya Dewi Uma dikutuk oleh suaminya menjadi raksasa perempuan.
41.               Kitab Kidung Subrata
Kitab ini berisi filsafat, yang diceritakan Ki Subrata akan mencari kesempurnaan hidup. Filsafat kidung Subrata dapat dikatakan tinggi nilainya, tapi dengan pendek dapat dikatakan juga apa yang disebut didalam kidung subrata itu amat sukar

42.               Kitab panji Anggrani
Kitab ini menceritakan Raden Panji memperistri dewi anggreni, selanjutnya menikahnya sang raden dengan dewi candrakirana dan perkawinan antara pasangan-pasangan dua orang bersaudara sepupu.
Bagian kedua menceritakan peri radja nusakencana hendak jatuh cinta kepada adiknya yang bernama dewi ngrenaswara.
Bagian yang ketiga menceritakan seorang pendeta diatas angin, bertapa digunung jambangan. Beliau mempunyai anak perempuan bernama Bikang Murdeja, dan 13 orang laki-laki, yang sulung bernama Bambang Swatama, Bambang Swatama ingi menikah dengan candrakirana
43.              Kitab Sri Tanjung
Kitab ini menceritakan ada seorang ksatria bernama Raden sidapaksa, pergi ketempat kediamannya. Raden Sidapaksa diutus sang prabu kedesa prang alas minta obat kepada bagawan tamba petra. Disitu Raden Sidapaksa jatuh cinta pada dewi sri tanjung. Pada waktu tengah malam, Dewi sri tanjung dilarikan oleh Raden Sidapaksa. Kata sang pendeta Raden Sidapaksa dan Dewi sri tanjung itu keduanya sama-sama cucunya.
Pada waktu itu sang Sidapaksa akan merusak surga. Para dewa marah akhirnya sang sidapaksa diserang oleh para dewa, tetapi mereka kalah semuanya. Pada waktu Sidapaksa akan dipenggal lehernya oleh Batara Indera, sang sidapaksa menyebut-nyebut nama ayahnya, sang Batara Indera lalu tahu bahwa Sang Sidapaksa itu cucunya sendiri, maka tidak jadilah dibunuh. Malah dihormati disorga hingga sampai tujuh hari lamanya.

·                             Kritisi: ejaan dalan bab ini juga susah dibaca,bahsannya susah dimengerti,alur cerita juga tidak menentu,isi cerita banyak yang tidak ditemui dalam Buku Kalangwan.


BAB  VI
DJAMAN ISLAM

Setelah agama islam masuk ke Jawa yang mulanya hanya rakyat jelata saja yang dapat dipengaruhinya, hingga pengaruhnya masuk ke kerajaan yang lama kelamaan menjadi pusat kebudayaan Jawa islam, maka timbulah kitab – kitab bahasa Jawa yang berisi hal – hal ke- Islaman. Seperti kitab – kitab dibawah ini :
44.              Het boek  van Bonang
Dalam kitab ini bahasanya masih menggunakan bahasa prosa jawa tengahan, akan tetapi isinya hal – hal agama islam dan kalimatnya pun agak terpengaruh bahasa arab, ada juga yang menggunakan bahasaa melayu. Dalam kutipan pendahuluan kitab ini bercerita tentang arti dari usul suluk yaitu tentang tingkah laku yang dirahasiakan oleh nabi dan para wali mu’min sekaliannya.
45.              Een Javanans Geschrift uit de 16e eeuw
Kitab ini juga memakai bahasa Jawa Tengahan yang isinya juga hal agama islam. Tetapi cara menulisnya sudah banyak yang pelat dan kehilangan tanda sengau. Dalam kutipan cerita ini berisi tentang syarat imam ada tujuh perkara : 1) cinta kepada Tuhan  2) cinta kepada nabi ,3) cinta kepada wali, 4) menghalang musuh Tuhan , 5) takut akan siksa Tuhan , 6) percaya kepada rahmat Allah, 7 ) menjunjung tinggi perintah Tuhan dan menjauhi larangan Tuhan.
46.              Suluk Sukarrsa
Kitab ini memakai bahasa jawa tengahan juga seperti kitab lain, tetapi dengan tembang cara kuno, tembang cloka. Dalam kitab ini yang diceritakan mengenai hal – hal mistik hampir sama dengan kitab Dewarutji, bedanya hanya satu yang bukan islam dan yang lain islam.
47.              Kodja – djadjahan
Dalam kitab ini mengandung pelajaran yang berbentuk cerita. Yang diceritakan ialah seorang Patih yang bernama Sang kodja – djadjahan yang bakti kepada raja, beribadat, adil dan bijaksana. Karena baik pemerintahanya, Sang raja mesir pun sangat menyayangi Sang patih sehingga menimbilkan kebencian dikalangan pembesar – pembesar lainnya. Akhirnya penbesar mencari kesalahn Sang patih. Dan tipu muslihat pembesar pun berhasil. Sang patih kodja – djadjahan dibunuh. Mayatnya berkeramat, itu tanda bahwaSang patih tidak berdosa. Dan Sang raja pun sangat bersedih.
48.              Suluk Wudjil
Kitab ini berisi tentang ajaran Sunan Bonang kepada si Wudjil, seorang bajang yang diceritakan seoarng bekas budak raja Majapahit. Ajarannya pun tentang ilmu kesempurnaan atau mistik. Adapun mistik yang diajarkan sama dengan kitab – kitab lain seperti Dewarutji, Nirarthaprakerta,, dan Suluk Sukarsa. Bedanya hanya dalam kata – katanya saja, artinya sama saja.
49.              Suluk malang Sumirang
Kitab ini dibuat oleh Sunan Panggung tatkala masuk kedalm tumangan (persiapan untuk membakar orang ) sebagai hukuman yang dijatuhkan kepadanya oleh pemerintah negeri Demak, sebab beliau merusak sjarak. Adapun isi dari Suluk malang Sumirang itu tentang ilmu kesempurnaan, dengan menyinggung – nyinggung orang yang memegang teguh akan sjarak.
50.              Kitab Nitisruti
Kitab ini sangat terkenal pada jaman Surakata. Isi kitab ini berkenaan juga dengan  ajaran – ajaran baik. Menurut angka tahunya sudah jelas bahwa buatan jaman mataram, jika dikatakan orang buatan Pangeran Karanggajam di Padjang, sangka saja tidak benar  jika diartikan “ djaman padjang” pada waktu pemerintahannya Raden Jaka Tingkir, tetapi benar jika yang dimaksudkan itu pangeran Karanggajam yang bertempat tinggal di Padjang tatkala jaman Mataram. Yang mengarang kitab Niti Sruti gemar membaca Ramayana, maka banyak kata – kata yang diambil dari kitab Ramayana. Malahan Astrabrata – Wibisana dipetik seluruhnya dalam bait 76-82. Kecuali yang ajaran baik – baik. Dalam kitab ini juga terdapat hal – hal  yang berkenaan dengan mistik.
51.              Kitab Nitipradja
Kitab ini disebut “adik” dari kitab Nitisruti, karena hampir semuanya meniru Nitisruti. Isinyapun banyak yang sama. Tetapi terdapat dalam kutipan dibuktikan bahwa yang ditiru adalah kitab Nitisruti. Kitab Nitipradja itu menceritakan juga kisah – kisah kodja – djadjahan,tetapi lebih panjang jika dibandingkan dengan kitab Nitisruti.
52.              Kitab Sewaka
Kitab ini memuat petua – petua untuk orang yang mengabdi. Bahasa dal kitab ini sudah dikatakan bahasa jawa baru kecuali satu dua perkataan yang sekarang sudah beralain artinya. Dalam  kitab ini bercerta tentang ajaran orang bagaimana agar orang bisa menjadi pintar atau pandai. Orang yang pandai berpengetahuan dan sakti, mula – mula karena rajin jaman dahulunya. Sedangkan orang yang rajin, dia belajar sehari – hari, dan akhirnya pasti menjadi pandai.
53.              Kitab Menak
Dalam cerita pada Kitab Menak hal – hal yang sudah dipastikan itu ialah bahwa dalam jaman mataram cerita- cerita tersebut sudah menjadi kitab jawa. Adapun induk dari kitab menak ialah cerita dari tanah parsi. Pkok cerita dalam Kitab menak itu mengenai permusuhan antara Wong agung Menak denagn prabu nursewan, radja di Madajin.



54.              Kitab Rengganis
Dalam kitab ini menceritakan tentang seorang pendeta di bukit Argapura yang dulu menjadi raja Djamineran. Beliau mempunyai anak bernama Dewi rengganis, sejak kecil Dewi Rengganis gemar bertapa dan makanannya hanya sari bunga – bungaan.
Diantara cerita – cerita Menak – pang itu, kitan Rengganislah yang benar dipuji keindahannya oleh para ahli kitab – kitab Jawa bangsa Belanda. adapun indahnya kitab Rengganis itu, terdapat dalam pertemuan antara Dewi rengganis dan Pangeran Kelan. Tetapi pada bagian  lain menjemukan juga karena selalau mengisahkan peperangan saja.
55.               Kitab Manik-maja
Kitab Manik – maja dibuat pada jaman kartasura, yang membuat bernama Kartamursardah. Adapun yang dicertakan dalam kitab Manik – maja itu sangat banyak macemnya. Jika ditinjau dari kitab lain maka cerita kitab Manik – maja itu nampaknya memuat cerita yang dalam – dalam.  Tetapi bagaimanapun juga halnya, kitab manjik – maja itu belum memuat kisah para nabi,kecuali dalam kutipan ajisaka .
56.               Kitab Ambija
Dalam kitab Ambija yang dikisahkan adalah peri hal Tuhan tatkala mulai mencipta dunia. Selain itu kitab Ambija juga mengisahakan peri hal Nabi Adam tatkala dicipta oleh Tuhan, setelah itu Ibu Hawa. Selanjutnya kitab Ambija juga menceritakan kisah sang Habil dan sang Kabil tatkala berebutan seorang perempuan yang cantik untuk diperistrinya. Initinya dalam kitab Ambija menceritakan tentang riwayat para nabi,seperti Nabi Adam, Nabi Nuh,Nabi Idris dan Nabi Ibrahim .
57.              Kitab Kanda
Dalam kitab Kanda lenggang bahasa dan kata – katanya sudah jelas bahwa kitab Kanda itu dibuat jaman Kartasura. Adapun yang diceritakan dalam kitab ini bermacam – macam sekali. Karena didalam kitab Kanda itu bercampurnya  cerita – cerita Jawa dengan cerita – cerita islam.        

·                             Kritisi: ejaan dalan bab ini juga susah dibaca,bahsannya susah dimengerti,alur cerita juga tidak menentu,isi cerita banyak yang tidak ditemui dalam Buku Kalangwan.



BAB VII
DJAMAN SURAKARTA AWAL
Di zaman Surakarta awal kepustakaan dibagi menjadi zaman pembangunan di mana di zaman ini kitab-kitab kuno digubah dengan sekar macapat,contohnya Wiwaha-Djarwa sebagai pengantar tembang Asmarandana,dan zaman membuat karangan-karangan baru. Di sini dikatakan bahwa yang menggubah kitab tersebut adalah P.B.III yang naik tahta kerajaan pada tahun 1794 dan mangkat tahun 1788 M.
Kitab Wiwaha-Djarwa dapat dikatakan lumayan baik jika dibandingkan dengan kitab aslinya yang berbahsa kawi,karena orang jawa sekarang dapat mengetahui ringkasan cerita dari kitab Hardjuna Wiwaha-kawi. Maka terbuktilah bahwa yang menggubah hanya mempunyai sedikit pengalaman mengenai bahsa kawi. Dalam kitab ini terlalu banyak yang dituliskan berdasarkan dugaan,karena dulu belum ada alat untuk mempelajari bahasa kawi,dan kata-katanya terlalu banyak diulang,maka kitab ini kurang digemari masyarakat.

58.              Kiai Jasadipura I & II
Kiai Jasadipura I dan II atau Tumenggung sastranegara merupakan orang-orang yang dipandang sebagai pembangun Kepustakaan Jawa pada zaman Surakarta awal. Keduanya merupakan ayah dan putra,kerjasamanya sangat lama sehingga susah dibedakan kitab-kitab karangan keduannya,karena memang sedikit perbedaanya. Kiai Jasadipura menggubah kitab Ardjuna-Wiwaha sebagai pengantar kata tembang dhandhanggula. Bahas kitab ini lebih enak dibandingkan bahasa dari kitab P.B.III. kitab ini dikatakan sudah baik jika tidak dibandingkan dengan aslinya yang berbahasa kawi,karena jika dibandingkan dengan aslinya kitab ini terlihat jelas sebagai hasil rabaan yang dituliskan sepatutnya saja. Kitab ini sudah dicetak oleh Dr W. Palmer Van Den Broek pada tahun 1868 M di percetakan Negeri di Betawi (Jakarta).
 Kiai Jasadipura juga menggubah kitab Ramayana yang penggubahannya juga melalui rabaan sepatutnya,akan tetapi kitab ini dikatakan kitab Jawa terbaik pada zaman sekarang, Kiai Jasadipura menghilangkan hal-hal yang ia sendiri tidak mengetahuinya dan mengganti dengan kata lain yang mudah dimengerti dan tidak merusak jalan cerita,maka kitab ini digemari oleh banyak orang. Sedangkan hal-hal yang benar-benar tidak ia ketahui hanya diringkas dan diraba-raba saja,maka sering terjadi salah pengertian. Tentu saja hal ini juga dipengaruhi oleh tidak adanya alat untuk menjabarkan bahasa kawi. Adapun kepandaian Kiai Jasadipura memunculkan kalimat berupa kidung-kidung dalam kitabnya karena Kiai Jasadipura banyak membaca kitab berbahasa kawi yang saat itu masih ada.
59.              Kitab Bratajuda
Kitab ini juga disadur oleh kiai Jasadipurwa,akan tetapi kitab ini lebih mudah dibandingkan dengan kitab Ramayana. Kitab ini mendekati kitab aslinya,jika dibandingkan dengan kitab Rama dengan kitab Ramayana. Seperti pada kenyataannya meraba-raba itu sering menimbulkan banyak kesalahan dalam arti kalimat yang diraba tersebut,misalnya saja dalam lakon Bale Si Gala Gala,Sagotra merupakan nama ksatria gunung yang baru saja kawin,akan tetapi istrinya tidak cinta kepadanya. Akhirnya berkat Arjuna istrinya menjadi cinta kepada Sagotra hingga pada suatu hari ketika terjadi perang Bratajuda ia bersumpah kepada pandawa bahwa ia sanggup menjadi kurbannya,dan masih banyak lagi kisah lainnya.
60.              Kitab Paniti-sastra
Kitab ini disusun dengan menggunakan bahasa Djarwa,dibuat pada tahun 1843 M pada zaman Sri Susuhunan P.B.VII. kitab ini disalin dari bahasa kawi ke dalam bahasa kawi miring pada tahun 1798 M,tahun 1808 M disusul oleh kitab yang berbahasa Kawi-Djarwa,dan pada tahun 1819M dibuat dalam bahasa prosa prosa oleh Pandji Puspawilaga. Kitab ini berisi Dhandhanggula 10 bait,Sinom 16 bait,Gambuh 10 bait,Potjung 19bait,Dhandhanggula 14 bait,Kinanthi 20bait,Asmarandana 18 bait,Sinom 15 bait,Demung 9 bait,dan Dhandhanggula 19 bait. Ada juga Kitab Paniti-satra yang hanya berisi Dhandhanggula saja yang baitnya berjumlah 97.
Angka tahun yang hanya berisi tembang Dhandhanggula yaitu 1746. Pada tahun 1746 seluruhnya dujadikan Dhandhanggula,diturunkan kepada kitab Nitisruti,yang hanya memuat tembang Dhandhanggula juga. Kitab Paniti-sastra yang lain memuat tembang Dhandhanggula 61 bait yang pengantar katanya adalah Al Fatikhah yang diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa yang bertujuan menuruti adat pengantar kata kitab Djawa-Islam,juga untuk mengganti kata-kata penghormatan kepada wisnu dalam pengantar kata kitab Kawinya.
61.               Kitab Ardjuna-sasra atau Lokapala
Kitab ini karangan Kiai Jasadipura II dikutip dari kitab Ardjuna-Widjaja,kitab ini tidak mengandung  sejarah,kisah Sugriwa dan Subali pun tidak ditemui dalam kitab ini,sebab di dalam kitab aslinya hal ini juga tidak ada. Akan tetapi di dalam kitab ini Resi Wisrawa dianggap orang melakukan kejahatan karena pada saat ia disuruh mencarikan calon istri untuk putranya sendiri yang bernama prabu Danaradja malah diperistri dirinya sendiri,namun di dalam kitab kawinya hal ini tidak ada sama sekali.


62.              Kitab Darmasunja
Kitab ini juga karangan Kiai Jasadipura II yang kitab aslinya adalah kitab Dharmacunja,kitab dharmacunja bahasanya sudah rusak,maka artinya pun banyak yang kabur. Kemudian kitab itu dijadikan kitab yang berbahasa Djarwa dan bertembang macapat, arti kitab ini pun sudah banyak kabur,akan tetapi kekaburannya menambah keindahan dalam kitab ini karena yang dibicarakan hal mistis. Hal yang demikian itu sangat erat hubungannya dengan kaum “klenik”,kaum klenik apabila membaca kitab semacam ini dianggapnya sangat baik,akan tetapi kalau orang-orang yang menyukai hal nyata ketika membaca kitab ini maka akan kesal.
Bagian terakhir dari kitab ini menceritakan dengan jelas bahwa kitab ini merupakan karangan Kiai Jasadipura II. Akan ada isu tidak benar mengenai kitab ini,yaitu bahwa kitab ini karanagan empu Jogiswara.
63.              Kitab Dewa-rutji Djarwa
Kitab ini juga diterjemahkan oleh Kiai Jasadipura ke dalam bahasa Djarwa modern,awalnya hanya sedikit saja yang diterjemahkan,karena bagian-bagian yang mengandung filsafat dihilangkan. Terjemahan tersebut berada di dalam kitab Pasinden Bedaya,di keraton Surakarta. Kitab Dewa-ruti juga memiliki bagian yang bersekar ageng. Menurut penyelidikan kitab Dewa-Rutji-Sekar-Ageng merupakan kebalikan dari kitab Dewa Rutji yang berisi tembang macapat. Akan tetapi kitab Dewa-Rutji yang berisi tembang macapat sudah sering dicetak dengtan menggunakan huruf Djawa
Kitab Dewa-Rutji karangan Jasadipura,awalnya menceritakan Raden Wrekodara berangkat ke semudera,tetapi kira-kira dalam kitab kunonya sudah hilang bagian ini. Bagi orang yang memahami kitab aslinya yang berbahasa kawi,kitab ini sangat sedikit artinya,akan tetapi bagi orang-orang yang tidak mengetahui kitab kawinya menganggap kitab ini sangat besar nilainnya.
64.              Kitab Menak
Kitab ini juga merupakan kitab bangunan juga akan tetapi mengambil sumber lain. Kitab menak karangan Jasadipura dengan Kartasura itu sebenarnya sama saja,akan tetapi bahasa dan kidungnya dibangun lagi oleh Kiai Jasadipura,sehingga menjadi kitab yang amat indah. Kitab ini sudah pernah dicetak oleh raden Ngabehi Djajasubrata,terkenal dengan nama en-co Sun. Kitab ini juga pernah dicetak oleh Balai Pustaka,namun hasil cetakan Balai Pustaka mengecewakan,karena bagiab-bagian yang agak mencolok mempropagandakan agama Islam semuannya dibuang. Ada lagi cetakan yang lebih tua lagi,yakni cetakan C.F. Winter,akan tetapi tidak lengkap.

65.              Kitab Ambija Karangan Jasadipura
Kitab ini memakai sangkalan : djanma-tri-goraning-adji=1731tahun Djawa
66.              Kitab Tadjusalatin
Kitab ini aslinya kitab dari bahasa  Melayu yang bernama: Mahkota Segala Radja-Radja,yang digubah oleh Kiai Jasadipura ke dalam bahasa Djawa dengan tembang Macapat pada tahun 1139H/1729 tahun Djawa. Kitab ini sudah sering dicetak oleh percetakan Semarang 1873,1875;Surakarta 1905,Surakarta Rusche 1922.
67.               Kitab Tjebolek
Kitab ini termasuk salah satu dari kitab-kitab karangan baru dari Kepustakaan Djawa yang mengisahkan hadji Mutamangkin (tjebolek) yang merusak sarak,memelihara anjing dsb. Kemudian tjebolek digugat oleh para ulama seluruh Jawa yang diketuai oleh ketib Anom di Kudus. Tjebolek dibawa ke pengadilan.namun diampuni karena telah bertaubat.
Kitab ini juga membicarakan kitab Dewa-rutji,Wiwaha,dll. Yang mengagumkan dari kitab ini ialah cara menggambarkan masing-masing peran,juga kelihatan hidup. Kitab ini pernah dicetakkan Van Dorp,Semarang,1886 dengan huruf Jawa.
68.               Kitab Babad Gyanti
Kitab ini disebut juga kitab Babad pembagian Negara. Kirtab ini menceritakan pindahnya keraton Surakarta,karena Kartasura dirusak orang-orang Cina,maka Pangeran Mangkubumi pun keluar dari Keraton dan memberontak,sebab tanah bengkoknya dikurangi banyak sekali. Dalam kitab ini diceritakan pula tentang perangnya Pangeran Mangkubumu melawan Surakarta. Yang akhirnya Pangeran Mangkunegara memisahkan diri dari Pangeran Mangkubumi dan akhirnya berkedudukan sebagai Mangkunegara I.
Bahasa kitab ini bagus,seperti kitab Tjebolek,cara pemeranannya juga jelas,kelihatan hidup. Kitab ini pernah dicetak ke dalam huruf Djawa oleh H. Buning tahun 1885,1886,1888,1892,berjumlah 4 jilid. Akan tetapi baru-baru ini,kitab Babad Gyanti dicetak Balai Pustaka dan diajdikan jilitan kecil-kecil.
69.                      Kitab Sasana-sunu
                Kitab ini merupakan kitab buatan Kiai Yasadipura II. Isinya ialah ajaran yang berkenaan dengan cara hidup menurut Jawa-Islam dalam jaman hidupnya Kiai Yasadipura. Ajaran tersebut dibagi menjadi 12 bab.
70.                      Kitab Wicara Keras
                Kitab ini mengisahkan kejengkelan Kiai Yasdipura karena melihat keadaan Negeri Surakarta pada waktu itu sangat kacau-balau.
71.                      Kitab Sinuhun P.B.IV
                Dalam mengarang kitab ini, Kiai Yasadipura ditemani oleh temannya yaitu Sri Paduka P.B.IV yang mengarang kitab Wulang-reh. Kitab ini pernah digunakan sebagai pedoman orang Jawa dalam mengabdi di Keraton. Ada lagi ajaran Seri P.B. IV yang bernama Wulang Sunu. Kitab ini memuat:
•         Bagian 1 Dandang gula 16 bait termasuk pengantar kata daripada penyalin.
•         Bagian 2 Asmarandana 20 bait.
•         Bagian 3 Sinom 15 bait.
•         Bagian 4 Pangkur 22 bait.
•         Bagian 5 Kinanti 23 bait.
72.                      Kiai Sindu-sastra
                Kitab karangan Kiai Sindu-sastra yang terkenal adalah kitab Arjuna Sasra bau yang memuat juga sejarah dan kisah daripada Sugriwa-Subali. Adapun cerita aslinya sudah terang bahwa diambil dari kitab Kanda, diurutkan serta ditambah.Kanjeng Pangeran Arya KusumadilagaKanjeng Pangeran Arya Kusumadinaga merupakan putera Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Mangkubumi I di Surakarta (bukan Seri Sultan I). Karangannya ialah kitab-kitab lakon Jagal Bilawa, Lingga-pura, Semar jantur dan kitab pelajaran mendalang yang bernama kitab Sastra-miruda.
73.                      Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom (Seri Paduka P.B. V)
                Pangeran Adipati Anom amat gemar akan kitab-kitab. Buktinya, hampir semua kitab karangan kiai Yasadipura II itu terjadinya atas perintah Kanjeng Gusti. Ada pula kitab yang lain yang dikarang oleh Seri Paduka Kanjeng Gusti itu, yaitu kitab Centini. Centini ini merupakan kitab yang sangat mengagumkan. Yang membuat kitab ini berkenaan dengan orang banyak. Yang berkenaan dengan agama yaitu kiai Penghulu Tafsir-Anom. Yang berkenaan dengan gending yaitu abdi dalem demang niyaga-kiri-kanan, dan yang berkenaan dengan pelajaran dikarang oleh Kanjeng Gusti sendiri.
74.                      Raden Ngabehi Ranggawarsita
                Sesungguhnya beliau merupakan pujangga asli. Kitab kitab karangan beliau antara lain sebagai berikut:
75.                      Kitab Paramoyaga
                Kitab ini menceritakan riwayat Kanjeng Nabi Adam dan riwayat serta turun-temurunnya para dewa, selanjutnya sampai kepada cerita mula-mulanya tanah Jawa didiami orang-orang. Adapun dasar dari pada ceritanya ini diambil dari cerita yang terdapat dalam kitab Jitapsara, karangan begawan Palasara di Hastina, sarinya diambil dari kitab Pustaka Darya yang induknya berasal dari tanah Hindu, kemudian disesuaikan dengan kitab Mila-Duniren, yang benihnya berasal dari Najran dan kitab Sitatul, benihnya berasal dari Selan,dsb.
76.                      Kitab Jitapsara
                Kitab ini merupakan karangan dari Ranggawarsita pula. Kata-kata dari pada kitab Jitapsara dibuat sangat indah. Cara memperindahnya dengan menggunakan kata-kata kawi yang agak banyak. Akan tetapi oleh karena raden Ngabehi Ranggawarsita itu tidak tahu bahasa kawi, maka cara menggunakannya hanya sekehendak hatinya saja.
77.                       Kitab Pustaka-raja
                Kitab ini hampir sama dengan kitab Pramayoga. Kitab Pustaka-raja itu pada pokoknya terjadi dari kitab-kitab lakon wayang, sumbernya berasal dari dongeng-dongeng yang didengar oleh R.Ng.Ranggawarsita. Kemudian ia mengubah dan menambahkannya. Walau bagimanapaun keadaannya, kitab Pustakaraja itu sebagian besar juga isinya seperti: kitab-kitab Mahaparwa, Purwapada, Sabaloka, Mahadewa, Maharesi, dsb, sebenarnya tidak pernah ada.
78.                       Kitab Cemporet
                Kitab ini merupakan karangan R.NG. RANGGAWARSITA. Susunan kalimat ini amat cermat. Bahasanya amat halus dan berlebih-lebihan. Misalnya tutur kata orang desa, dibuatnya seperti seorang tutur priyayi kota yang mahir bertutur.


·                             Kritisi: ejaan dalan bab ini juga susah dibaca,bahsannya susah dimengerti,alur cerita juga tidak menentu,isi cerita banyak yang tidak ditemui dalam Buku Kalangwan.




DAFTAR PUSTAKA

1.      Brandes,J.L.A.1896 ‘Pararaton (Ken Arok),of the Boek der Koningen van Tumapel en van Mjapahit.’ VBG 49
1902 ‘Nagarakretagama.’ VBG 54 (1)
2.      Gunning,J.G.H.1903 Bharata-yuddha,Oudjavaansch heldendicht. ‘s Gravenhage.
3.      Jacobi,H.1903 Mahabarata.Inhaltsangabe,index und Concordanz der Calcuttaer und Bombayer Ausgaben. Bonn.